Pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksanaan melalui
Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 38 Tahun 1999. Kamudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000
tentang Pedoman teknis Pengelolaan Zakat. Dapat dikatakan bahwa, sejarah
tentang regulasi zakat di Indonesia diwarnai dengan pergulatan yang sangat
panjang, serta tarik ulur antara kepentingan Islamis politik dan kepentingan
Islamis kultural dan bahkan kepentingan kolonial penjajah dalam upaya mengatur
undang-undang zakat. Hal itu dimulai dari zaman kolonial penjajah, dengan
adanya Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi tentang kebijakan
Pemerintah Kolonial mengenai zakat, sebuah aturan yang terkesan berupaya
mengatur tentang sistem administrasi zakat, akuntabilitas laporanya. Kemudian dikeluarkan
Bijblad Nomor 6200 yang berisi tentang pelarangan bagi seorang pegawai
dan priyayi pribumi untuk membantu pelaksanaan zakat.
Selanjutnya adalah era pasca-penjajahan, dalam hal ini
perhatian pemerintah terhadap lembaga zakat semakin meningkat pada
tahun 1968. Yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor
5 Tahun 1968, masing-masing. Tentang pembentukan Badan
Amil Zakat dan Baitul Mal (Balai Harta
Kekayaan) di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota, namun demikian keputusan ini diikuti oleh keputusan
Menteri Agama baru yang berisi tentang
penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri
Agama Nomor 5/1968. Setelah melalui proses
dan perdebatan panjang, RUU tentang
Pengelolaan zakat disahkan oleh DPR dan Pemerintah
menjadi undang-undang di Jakarta pada tanggal 25 November 2011 dan
masuk menjadi lembaran negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 115. Terwujudnya
UU Zakat ini berasaskan syariat Islam; amanah; kemanfaatan; keadilan; kepastian
hukum; terintegrasi; dan akuntabilitas.
Kemunculan UU zakat ini dalam rangka untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan, hal tersebut tercemin dari tujuan pengelolaan zakat dalam UU. Dalam
UU juga terbahas beberapa catatan mengenahi ruang lingkup dan komoditas yang
harus dizakati dan beberapa aktifitas ekonomi yang mengharuskan pelakunya untuk
mengeluarkan, hal tersebut tercermin dalam pasal 4 (empat), walaupun keterangan
lebih lanjut atau teknis operasionalnya akan diatur peraturan pemerintah dan
peraturan menteri agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar